SI LANCANG
Pada
zaman dahulu di daerah Kampar hiduplah si Lancang bersama ibunya. Mereka hidup
sangat miskin. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Si Lancang berniat merantau.
Pada
suatu hari, ia meminta izin kepada ibunya. Ibunya berpesan agar di rantau orang
kelak, si Lancang selalu ingat kepada ibunya dan kampung halamannya. Ibunya
berpesan agar si Lancang jangan menjadi anak yang durhaka.
Si Lancang
pun berjanji kepada ibunya akan selalu ibu dan kampung halamannya. Ibunya
menjadi terharu saat si Lancang mencium lututnya untuk meminta doa.
Di rantau
si Lancang sangat beruntung. Ia menjadi saudagar yang kaya raya. Ia memiliki
berpuluh-puluh buah kapal dagang. Dikabarkan pula, ia mempunyai tujuh orang
istri. Mereka semua berasal dari keluarga saudagar kaya. Sementara itu, ibu si
Lancang masih tinggal di Kampar dalam keadaan yang sangat miskin.
Pada
suatu hari, si Lancang berlayar ke Andalas. Berita kedatangan si Lancang
didengar oleh ibunya. Dengan persaan terharu, ia bergegas menyambut kedatangan
anak satu-satunya tersebut.
Begitu
menyatakan bahwa dirinya adalah ibu si Lancang, tidak ada seorang kelasi pun
memercayainya. Dengan kasarnya, ia mengusir ibu tua tersebut. Akan tetapi,
perempuan tua itu tidak mau beranjak. Ia bersikeras minta untuk dipertemukan
dengan anaknya, si Lancang. Keadaan itu menimbulkan keributan.
Mendengar
kegaduhan di atas geladak, si Lancang dengan diiringi ketujuh istrinya mendatangi
tempat itu. “ Engkau Lancang…anakku!” oh… betapa rindunya hati emak padamu.”
Mendengar
sapaan itu, dengan congkaknya si Lancang menepis. Anak durhaka ini pun
berteriak, “ Mana mungkin aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu.
Kelasi! Usir perempuan ini!.”
Ibu yang
malang ini akhirnya pulang dengan perasaan hancur. Sesampainya di rumah, ia
berkata “ Ya Tuhanku…hukumlah si anak durhaka itu!”
Dalam
sekejap, turunlah hujan lebat dan badai topan. Badai tersebut menghancurkan
kapal-kapal dagang milik si Lancang. Harta benda miliknya juga terbang ke
mana-mana. kain suteranya melayang-layang dan jatuh menjadi negeri Lipat kain
yang terletak di Kampar kiri. Gongnya terlempar ke Kampar kanan dan menjadi
Sungai Oguong. Tembikarnya melayang menjadi Pasubilah, sedangkan tiang bendera
kapal si Lancang terlempar hingga sampai di sebuah danau yang diberi nama danau
Si Lancang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar